Labels: Vegetation Architecture
..........
Google Search
INFO
Overview :
Gardens and their related architecture have always been designed in Japan, China, and Korea as a single, cohesive environment. The particular forms that these environments took over the centuries naturally reflect each country’s differing aesthetic principles, but were also governed by other concerns–from religious beliefs and social structure to simple spatial or climatic constraints. In his exploration of the history of garden design in the Far East, Toshiro Inaji offers a fascinating study of changing cultural and aesthetic values.
Posted by REndra
Labels: Article about Architecture , Hospital Architecture Programing
”Para perawat pasti merasakan dampak desain lingkungan kerja mereka terhadap
kinerja maupun terhadap kesembuhan pasien. Berjalan menyusuri koridor panjang
dan dan merawat pasien setiap hari, dalam penghawaan bangunan yang buruk dan
ruang rawat yang tidak didesain dengan baik, sangat berakibat negatif terhadap
upaya pelayanan kesehatan yang profesional dan tidak kondusif bagi kesembuhan
pasien.”
Contoh penggunaan tabel diatas adalah sebagai berikut :
Luas/Besaran Ruang (gross) yang dibutuhkan adalah berdasarkan garis as dinding, serta merupakan penjumlahan dari Luas Ruang (net) ditambah ruang-ruang sisa (nonassignable areas). Ruang-ruang sisa termasuk ketebalan dinding partisi, sirkulasi vertikal dan horisontal, dan shaft. Untuk mengkonversi luas/besaran ruang kotor (gross) menjadi luas/besaran ruang bersih (net), biasanya digunakan koefisien 1.5-1.8.
Contoh :
Repost from :
Tito Haripradianto, ST. MT.
http://hospitalarchitecture.blogspot.com
Project by :Rendra Gunarso.
Mahasiswa Arsitektur Universitas Atmajaya Yogyakarta. akt '06.
e-mail : rendra_gunarso@yahoo.com
It took a speed between building a house for disaster victims who lost their homes. Communal toilets seems right for the cluster of houses because of the construction of sanitation or toilet dimasing respective homes require additional cost and time. I give two offerings at home among these. Using woven bamboo walls that can be developed. This house could be home between the post-disaster reconstruction process. If residents / citizens are able to build his house back, they could leave the house (house of). However, in general population of middle who lost their homes take longer to rebuild a badly damaged house, so I offer this house could become a permanent home with stucco walls and reinforcing the house (known as the bamboo wall construction with plaster) are more resistant to aging buildings long and capable inhabited by tens of tahun.Saya expect this design proposal, the government can help people by providing a gradual purchase (mortgage) to assist disaster victims who can not afford to build houses back home and make between being a permanent home. So, between the Transitional Site to house the village had automatically become permanent with the new RT and RW. With a terrace house which puts forward the concept of social relations, the new village has a good social interaction. Mutual help, mutual assistance!.
Jembatan Selat Sunda adalah salah satu proyek besar pembuatan jembatan yang melintasi Selat Sunda sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera Jembatan Selat Sunda ini akan menjadi jembatan terpanjang pertama di dunia yang dibangun dengan bentang tengah sampai 2.200 meter. Perkiraan biaya investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan JSS sekitar Rp 100 triliun. Pembangunan proyek JSS membutuhkan waktu minimal 10 tahun. Kalau tahun 2012 sudah mulai dibangun rencananya jembatan sudah dibuka tahun 2022. Pada jembatan tersebut akan dibuat enam lajur kendaraan, masing-masing tiga lajur dalam satu ruasnya. Jembatan selebar 60 meter ini juga dilengkapi dua jalur pejalan kaki dan jalur darurat. Tak hanya itu, jembatan ini juga akan dilengkapi dua rel kereta. Jembatan rencananya akan berada pada 70 meter di atas permukaan laut, dan melewati tiga pulau-pulau kecil di selat itu, yaitu Pulau Prajurit, Ular, dan Sangiang. Ini merupakan jembatan dengan panjang 29 kilometer yang akan menjadi jembatan terpanjang di dunia.
What do u think??. :D
When I create or design something..I try to learning something for every moments, finding the idea, Look around the other design with "mbah google". Sometimes..download free vector for ornament (if I dont have a lot time to design something)...hehehe.
Because...I won't to be a graphic designer but I wanna be an Architect.
:)
Posted by REndra
Labels: Article about Architecture
Bersekolah arsitektur membuat pola pikir saya berubah drastis, lebih ter-planning, lebih perasa, mencoba melihat sesuatu dari sisi yang tidak umum dilihat orang-orang awam, selalu mencoba melihat detail ruangan yang tidak diperhatikan orang lain.
Setelah mendapatkan banyak teori-teori, beberapa tugas survei lapangan dan kuliah lapangan, saya sadar bahwa Jogja adalah salah satu kota istimewa yang ada di Indonesia yang tidak saya jumpai di Sumatra. Pendapat saya 7,5 tahun lalu tentang kawasan Malioboro berubah total, dari hasil studi yang saya dapat mulai dari sejarahnya, arsitekturnya, ekonomi dan budaya kota Jogja yang mempengaruhi rancangannya, kawasan Malioboro sangat istimewa. Jalan Malioboro merupakan peniggalan masa lalu yang sangat berharga, sebagai pusat perekonomian, berada di sumbu imajiner yang membelah di tengah-tengah kota jogja, menghubungkan antara Tugu Jogja dan Keraton sebagai pusat pemerintahan lengkap dengan 2 alun-alun sejajar sebagai pusat kegiatan sosialisasi masyarakat. (Pemikiran yang saya dapatkan pada 1 tahun menempuh pendidikan di dunia arsitektur).
Melangkah masuk tahun ke 2 bersekolah di arsitektur, saya mulai mempelajari arsitektur kota-kota dunia, mulai dari kota-kota di Amerika, Eropa, Jepang, China dengan latar belakang yang sangat berbeda-beda. Saya mulai mengenal lima karakteristik pembentuk image kota hasil pemikiran Kevin Lynch : path, edges, districs, nodes, landmark yang semuanya dapat dengan mudah ditemukan di kota-kota besar dunia bahkan kota-kota besar di Indonesia, salah satunya kota Jogja.
Saya mencoba berimajinasi setelah berulang kali berjalan di kawasan Jalan Malioboro dan daerah-daerah peniggalan masa kolonial di nol kilometer. Membayangkan kawasan tersebut dengan suasana tenang tanpa jeritan kendaran, suasana tanpa asap hitam mengepul dari kendaraan-kendaraan tua, yang ada hanya helaan nafas laki-laki berumur mengayuh becak, hentakan kaki kuda yang menarik kereta dan hentakan kaki manusia yang berjalan memenuhi kawasan tersebut, sesekali terdengar alunan musik dari musisi jalanan didampingi bisikan-bisikan tawar menawar dari emperan pedagang kaki lima yang berbaris rapi, deretan bangunan yang teratur yang menyejukkan mata dengan arsitektur yang menarik para pendatang. Sesekali diadakan festival-festival kebudayaan, pameran seni di sekitar kawasan. Hal-hal di atas menjadikan kawasan Malioboro sangat menarik untuk dikunjungi, tidak akan ada kota di dunia akan menyerupai atau mirip dengan suasananya. Semuanya akan menguntungkan secara ekonomis karena akan terjadi perputaran uang yang sangat besar dan cepat di kawasan ini.
Bisa jadi semua pemikiran di atas hanya sebatas imajinasi. Setelah tinggal di kota Jogja lebih dari 3 tahun, saya mencoba memikirkan dan merasakan masalah yang ada di kota tempat saya tinggal. Mengapa Jogja semakin ramai?, jalanan semakin padat dengan kendaraan-kendaraan berplat nomor bukan berawalan AB, bangunan peninggalan masa kolonial sudah didampingi mall, ruko-ruko, pertokoan-pertokoan yang bentuk bangunannya sangat idealis.
Begitulah arsitektur kota, seperti kata Y.B. Mangun Wijaya Arsitektur yang baik adalah yang memiliki citra, makna, kesejatian, dan estetika, termasuk juga arsitektur kota. "Arsitektur kota yang dibuat haruslah hasil dari pengenalan sifat dan karakter manusia di dalamnya, potensi-potensi alamnya, kulturnya, keyakinan-keyakinan yang hidup di tengah masyarakatnya, dan seterusnya".
Ternyata arsitektur kota bukan hanya sekedar rancangan fisik, harus ada keharmonisan aspek politik, ekonomi, sosial, dan kultur. Mungkin kita bisa belajar dari Arsitektur kota-kota besar dunia seperti arsitektur India, arsitektur Barat, arsitektur Yunani, termasuk Jepang yang sudah bisa mengharmoniskan aspek-aspek di atas.
Permasalahannya mungkin adalah para desainer atau arsitek ketika mendirikan bangunan tidak sadar bahwa bangunannya akan menjadi pengisi kota, hanya fokus pada lahan yang dimiliki dan tidak memikirkan bagaimana dampak bangunan terhadap kawasan tempat bangunan tersebut berdiri. Padahal kota-kota besar di Indonesia mempunyai rencana tata kota yang cukup baik peniggalan arsitek-arsitek Belanda pada masa penjajahan, Jakarta yang dulunya Batavia, Bandung, Semarang, Jogja, Surabaya, Makasar yang memiliki sebuah jantung kota yang membuat kota bisa tetap hidup. Didukung lagi dengan SDM sekarang yang sudah terbukti berkualitas, disainer-disainer urban asal Indonesia berprestasi di luar negeri. Tapi keadaan sekarang malah tidak terkendali, kota-kota besar sudah sangat penuh dengan kendaraan, infrastruktur yang perkembangannya tidak secepat perkembangan penduduk sehingga sudah tidak memadai, bentuk-bentuk fisik bangunan yang saling menonjolkan diri masing-masing.
Sulit rasanya mendambakan kota-kota tersebut dengan ruang publik untuk masyarakat bersosialisasi, ruang publik untuk rakyat berdemokrasi dan berinteraksi dengan pemerintah sehingga tidak demonstrasi di jalan-jalan yang sangat mengganggu dan merugikan. Sulit untuk mendambakan kota dengan bangunan yang teratur, selaras, harmonis sehingga Arsitektur dapat dinikmati orang awam sekalipun.
Ada lagi hadangan paling sulit, satu hadangan tembok besar yang begitu kokoh, semua permasalahan yang ada berujung dan harus gagal terhadang tembok tersebut. Tembok berupa kondisi ekonomi yang seakan menjadi jenderal perang yang siap menghancurkan seluruh rencana yang sudah disusun. Masih kurang tertibnya pihak-pihak tertentu yang hanya memikirkan diri sendiri dan kekayaan sesaat.
Sulit bukan berarti tidak bisa!. Kota Jogja yang sudah saya anggap sebagai kampung halaman saya ini sangat berpotensi untuk dikembangkan, kekayaan kulinernya, kebudayaan yang masih kuat pada masyarakatnya, statusnya sebagai kota pelajar yang menjadi tujuan banyak anak muda untuk bersekolah, statusnya sebagai kota pariwisata mempermudah untuk membangun kota ini lebih baik. Saatnya membuat peraturan daerah yang mengikat, saatnya mengengembangkan transportasi kota dan mencegah kendaraan semakin banyak masuk ke kota, saatnya meningkatkan perekonomian kota, memberikan lahan-lahan bagi pedagang, menghidupkan ruang-ruang publik agar bisa menampung kreatifitas penduduk Jogja yang didominasi kaum muda. Saatnya membangun kota yang kreatif dengan memanfaatkan kreatifitas masyarakat luas.
"Arsitektur kota akan terbangun dengan baik jika semua pihak bersatu dan saling mendukung untuk menyelaraskan nilai-nilai dimasyarakat, nilai yang lebih dari sekedar estetika. Menjaga dan merawat peninggalan-peninggalan masa lalu. Mengelola kekayaan yang kita punya; budaya, kuliner, SDA, SDM. Dan mengembangkan agar tetap hidup di masa-masa berikutnya sehingga dapat mengikuti perkembangan kota-kota dunia".
Semoga perubahan cepat dilakukan sebelum semuanya terlambat.